Ping,
Handphone egi berbunyi “ Gi kamu ikut camping yg ke hutan itu yah? “ pesan singkat dari vert.
“
iya ikut kok, kamu ikut juga? haha “ Kebetulan lagi yang sangat aneh mereka
berdua ikut acara pecinta alam dari kampus, menginap semalam di hutan kecil
dekat kampus mereka.
“
wei gi lo jadi ikut yang ke hutan itu kan gi? Bukain pintu dulu sebentar please
“ ragil berteriak di depan pintu kamar egi. Ragil adalah tetangga kamar egi di
asrama, rambutnya bergelombang kulitnya coklat tingginya kira – kira sebahu egi.
“
apa? iya ikut gue mau packing dulu gil sebentar yah “ Semua bahan logistic dia
masukkan satu persatu ke dalam tas besar yang dia pinjam ke kakak tingkatnya,
Hutan rindang yang penuh dengan tantangan menunggu egi dan ragil datang. Mereka
berdua siap berkemah di hutan, tiidur beralaskan matras di atas rumput hijau.
“
egiiiiiiii, aku kira kamu gak ikut ginian juga hehe “ teriak vert di tempat
start awal keberangkatan mereka.
“
lah kamu yang aku kira gak ikut kita, kamu kan anak bunda hehe.. “ membalas
sahutan vert dan sedikit meledek dia.
“
yeh kamu tuh anak mama “ menekuk mukanya vert berjalan mendekati egi.
Pemandangan
sore di sela – sela perjalanan menjadi penawar dari rasa pegal karena menopang
tas besar yang ada di pundak. egi, ragil, dan vert berjalan di jalan setapak
yang hanya cukup untuk satu orang, hati – hati mereka melangkahkan kakinya di
jalan tanah yang tidak rata banyak lubang bersembunyi di balik dedaunan mati
yang gugur dari pohon - pohon besar di
pinggir jalan setapak itu.
“
Perbedaan itu memang menarik jika kita ingin lebih dekat dengan seseorang, bisa
menyatukan perbedaan – perbedaan yang ada untuk dijadikan suatu kesamaan lebih
membantu kita untuk dekat dengan seseorang, tetapi lebih baik lagi jika tidak
ada perbedaan di antara kedua orang itu, hanya kesamaan yang ada yang bisa
lebih cepat membuat dua orang yang awalnya tidak mengenal satu sama lain menjadi
lebih dekat mengenal lebih jauh orang itu. Jauh, lebih jauh, semakin jauh
sampai berkamuflase melupakan sejenak kita itu siapa dan berganti menjadi orang
yang kita kenal lebih jauh “ menulis di buku kecilnya. Aroma Bau daun kering,
embun air yang menetes dari ujung daun, bunga yang mekar, ilalang yang tertiup
angin, egi meresapi semua anugerah yang diberikan tuhan dengan alam yang sangat
mempesona, tidak ada kuasa selain dia yang bisa membuat semua komponen –
komponen alam itu dirangkai menjadi pemandangan yang indah.
Hamparan
rumput yang luas menyambut mereka dan yang lainnya, Tenda pun didirikan, tenda
yang tegar dibangun untuk melindungi mereka dari binatang dan juga tempat untuk
mereka beristirahat, tenda biru itu ditopang dengan 6 pasak dan 2 tiang yang di
tanam ke dalam tanah dan dihubungkan dengan tali, parit juga dibuat di samping
luar tenda agar tenda biru itu tidak ada air yang masuk ke dalam.
Malam
hari mereka bertiga berbaring di rumput memandang bintang yang bertebaran di
langit, bagai kanvas yang diberi warna dasar hitam dan diisi bintik putih yang
bersinar cerah, bintang yang berserakan di langit mempunyai pola membentuk
sebuah rasi, rasi yang paling indah di antar rasi – rasi lain. Vert, ragil, dan
egi mereka merebahkan tubuhnya sejenak di atas rumput ditemani binatang kecil
yang tinggal di dalam rerumputan. Egi membayangkan tangannya ada di atas tangan
vert, memegang lembut jemarinya, memasukan jemari – jemari egi ke sela – sela
jemari vert. Tapi sekali lagi semua itu hanya khayalan.
“
kita disini semua single yah? Iya kan? “ suara ragil memecahkan keheningan
malam itu.
“
iyah gua sih single, vert juga iya kan? Lo gimana single gak? “ egi menjawab
pertanyaan ragil sambil terus menatap langit.
“
yeh tenang aja gue single kok. Kalo lo mau sama gua yaudah daftar aja haha “
candaan ragil mengisi kesenjaan di malam itu.
“
Aku dulu pernah suka sama seseorang, tapi sekarang orang itu udah tenang di
alam sana “ Vert tiba – tiba berbicara lalu semua diam, egi bangun dari
tidurnya dia tidak meyangka sebelumnya ternyata vert dulu pernah suka
seseorang, walaupun itu bukan dia orang yang vert suka.
Vert
dulu pernah suka dengan seseorang, orang itu sangat pandai bermain piano, vert suka
ketika jemari - jemari lincah bermain memainkan nada – nada indah yang
menghanyutkan segelintir perasaan di dalam hati vert, berbaring di atas awan
putih yang sejuk ditemani alunan nada – nada dari jiwa sang pemain piano, semakin
lama dia bertemu dengan orang itu semakin mengendap juga rasa di dadanya. Karena
dia juga sekarang vert menyukai seseorang yang ahli dalam bermain piano.
“
aku gaktau kalau dia suka juga sama aku, dia bilang dia suka sama aku tiga hari
sebelum dia meninggal tapi terlambat, aku nyesel gak sadar kalau dia juga suka
sama aku “ mata vert berkaca – kaca menceritakan pengalaman hidupnya, Jantung
egi seakan berdetak, berdebar kencang berontak ingin segera keluar dari
dadanya. Bintang – bintang di langit yang terang malam itu semua melihat ke
arah egi, bertanya apakah dia bisa lebih dari orang itu, bisa bermain piano,
bisa berani bilang kalau dia suka saat - saat terakhir sebelum dia pergi jauh
dari vert dan tidak pernah bertemu lagi sampai nanti mereka bertemu di alam
yang kekal sana. Egi bisu tidak bisa mengeluarkan satu kata pun menjawab pertanyaan
itu. Mungkin sampai mereka tidak lagi bertemu vert belum tau perasaan yang egi
simpan sejak awal bertemu dia, menjadi usang melapuk di dalam hati egi.
Satu
bulan terakhir sebelum dia meninggal adalah waktu vert dan orang itu terakhir
bertemu. satu minggu, dua minggu semua berjalan dengan biasa, sampai minggu
ketiga dia jatuh koma, minggu keempat dia masih koma. Hari keempat sebelum dia
meninggal dia bangun dari komanya. “ Terus hari ketiga sebelum dia meninggal
dia telpon aku, bilang kalo dia suka aku “ Lalu vert menutup wajahnya dengan
kedua tangannya. Hati egi seperti dihujam pasak yang besar tepat di tengah
menghujam keras melebamkan lapisan permukan hati egi. Egi membalikan badannya
ke arah lain, perang batin di dalam dirinya seketika berlangsung setelah
mendengar cerita vert. Apakah vert akan melupakan orang itu? Tidak mungkin.
Apakah dia bisa seperti orang itu? membuat vert kagum tidak melupakannya bahkan
sudah lebih dari 2 tahun. Kemungkinan
egi dekat dengan vert semakin kecil karena ada sosok yang tidak bisa vert
lupakan, dan egi, egi sangat jauh bila dibandingkan dengan sosok itu. Semua
sisi di dalam diri egi mengeluarkan semua pendapatnya, egi memejamkan matanya
mengacuhkan semua suara – suara dari dalam dirinya.
Kadang,
semua yg kita harapkan itu tidak sesuai dengan yg kita bayangkan, setetes asa
saja susah untuk kita realisasikan. Cerita – cerita yang kita buat malah
menjebak kita ke dalam cerita yang fana, semua yang nyata kita anggap fana dan
yang fana sebaliknya kita anggap menjadi nyata. Seperti terperosok ke dunia
fana dimana semua cerita terasa indah dan kita menikmati keindahan itu. Titik
yang sudah dekat di depan mata malah menjauh, memang cerita ini tak seindah
cerita dongeng pengantar tidur. Egi yang mendengar cerita vert dulu seketika
berdecak tertegun diam. Kemungkinan yang sudah dia susun tiba – tiba hancur
saat cerita yang indah itu melewati telinganya meresap ke dalam benaknya.
Keputus asaan, itu yang dirasakan saat ini, cerita sebagus apapun yang dibuat
oleh manusia tidak akan seindah cerita yang dibuat sendiri oleh tuhan, selama
apapun manusia itu merangkai kata – kata, serumit apapun alur cerita yang
manusia itu buat tidak akan pernah bisa menandingi rangkaian kata dan alur
cerita yang dibuat tuhan, sangat detail dan sangat rumit cerita itu, membuat
semua pembacanya membayangkan apa yang terjadi di sana.
Egi
kembali menatapi bintang, detakan jantungnya perlahan kembali normal, dia sudah
kembali lagi di dunia dimana dia harus berada.
0 komentar:
Posting Komentar